
Pengambilan keputusan Presiden Jokowi membatalkan Budi Gunawan sebagai Kapolri dinilai tepat dan mendapat banyak dukungan dari masyarakat termasuk juga berbagai pihak yang tidak menyetejui BG sebagai Kapolri. Tim 9 salah satunya. Tim yang dikomandoi Syafi’i Ma’arif ini sangat mengapresiasi keputusan Jokowi tersebut. Tim independen yang dibentuk Presiden untuk membantu menyelesaikan sengketa antara kedua lembaga KPK dan Polri ini, merasa senang dengan pengambilan keputusan ini, karena sesuai dengan apa yang selama ini mereka sarankan kepada sang pemilik nama lengkap Joko Widodo. Sejak awal Tim 9 menilai status tersangka Budi Gunawan oleh KPK membuat jenderal bintang tiga tersebut tak layak menjabat Kapolri. (Baca selanjutnya)
Kendati demikian, pengambilan keputusan ini bukan tanpa resiko. Justru, kondisi ini bisa jadi semakin membuat Presiden Jokowi menjadi tersudutkan. Jika boleh kita berandai-andai, Pertama, Budi Gunawan bisa saja menggunakan hak-haknya sebagai warga negara untuk menggugat Presiden. Terlebih BG, meskipun sudah dibatalkan sebagai Kapolri tetapi masih memiliki salah satu jabatan tinggi di Kepolisian yaitu sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Polisi (Kalemdikpol). Bagaimanapun, BG secara de facto sudah layak menjadi Kapolri. Karena baik Presiden maupun DPR sudah menyetujui BG sebagai Ketua Korps Bhayangkara. BG juga sebetulnya berhak untuk segera dilantik. Mengingat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menerima gugatan praperadilan yang diajukan BG terkait penetapannya sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK.
Kedua, Jokowi bisa jadi akan menghadapi amukan partai pendukungnya sendiri lantaran kecewa dengan sikap yang diambilnya. Tentunya dalam hal ini PDIP yang sejak awal mengusulkan nama BG sebagai calon Kapolri. Kondisi ini juga menjadi menarik di kalangan para pengamat politik terkait sikap PDIP terhadap keputusan Jokowi. Ada yang mengasumsikan jika sikap PDIP geram, berarti Jokowi telah mengambil keputusan dengan independen dan tidak menghiraukan bisikan partai pendukung. Tapi jika setelah dibatalkannya BG sebagai Kapolri sikap PDIP justru terkesan melemah berarti bisa jadi pembatalan ini merupakan strategi politik yang dijalankan partai pendukung (KIH), terkhusus PDIP. Hal ini bisa dilihat nanti saat sidang paripurna digelar melalui sikap politisi-politisi partai pendukung Jokowi yang duduk di parlemen. Meskipun, sampai dengan saat ini, PDIP masih menunggu sikap resmi Megawati selaku Ketua Umum.
Seperti yang dipublish media berita online tempo.co (18/2), Sekretaris Fraksi PDIP di DPR, Bambang Wuryanto menuturkan kalau dalam waktu dekat, DPP PDIP akan mengadakan rapat internal terkait keputusan presiden tersebut. Selain itu, pemberitaan ini juga menyebutkan bahwa salah satu Ketua DPP PDIP, Trimedya Panjaitan mengatakan partainya kecewa dengan keputusan Jokowi.
Terkait Sikap Jokowi
Meskipun sudah tepat, tapi sikap Jokowi membatalkan BG ini terbilang lamban dan sangat telat. Sehingga membuat masalah ini menjadi seperti benang kusut. Yang patut disesalkan adalah mengapa tidak dari awal saja Jokowi mengambil keputusan untuk membatalkan BG sebagai calon Kapolri ketika KPK menetapkan BG sebagai tersangka. Harusnya kala itu, Presiden merespon putusan KPK tersebut dengan bijak seperti menunda terlebih dahulu proses pemilihan Kapolri dan melakukan pengkajian ulang terhadap nama tunggal yang direkomendasikannya. Kemudian selanjutnya melakukan koordinasi dengan KPK untuk menindaklanjuti kasus yang menyeret nama BG tersebut. Jika sikap semacam ini yang diperlihatkan Jokowi, saat kasus ini baru mencuat, bisa jadi opini publik yang terbangun nantinya, Jokowi memang serius dalam memerangi Korupsi di Indonesia.
Selain itu, dampak buruk dari sikap jokowi yang lamban ini mengakibatkan perseteruan yang terus-menerus antara KPK dan Polri. Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mochtar Pabottingi seperti yang dipublih oleh republika.co.id (23/1) menilai saat ini Polri semakin berbahaya. Karena itu, Presiden Joko Widodo sebaiknya segera mengoreksi langkah yang dilakukan Polri dalam menghadapi KPK.
Sekarang ini, dengan dilepasnya predikat tersangka yang didapat BG, kepolisian seakan mendapatkan angin segar. Kepolisian juga terkesan sedang melakukan counter attack terhadap KPK. Sebelumnya, Bambang Widjojanto terlebih dahulu ditetapkan tersangka kasus kesaksian palsu oleh kepolisian dalam sengketa pilkada di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah yang terjadi pada tahun 2010. Namun, masyarakat baru melaporkannya pada 15 Januari 2015. Baru-baru ini, kepolisian juga menetapkan Ketua KPK, Abraham Samad sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen kependudukan di Makassar tahun 2007 bersama Feriyani Lim. Tidak berhenti sampai disitu, penyidik KPK, Novel baswedan juga ikut menjadi sasaran kebringasan Polri dengan menetapkannya sebagai tersangka kasus lama yaitu penganiayaan pencuri sarang burung walet hingga tewas di Bengkulu pada 2004. Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri juga mengancam akan menyelidiki senjata api yang dipegang 21 penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga tanpa izin.
Babak Baru
Pasca dibatalkannya BG sebagai Kapolri, Presiden langsung menunjuk Badrodin Haiti sebagai kandidat Kapolri yang baru dan sudah diajukan ke parlemen. Badrodin Haiti yang sebelumnya menjabat sebagai Wakapolri diharapkan oleh Presiden untuk dapat menjaga hubungan baik kembali dengan KPK. Bukan hanya Presiden, anggota Tim 9 juga berharap banyak kepada Komjen Badrodin Haiti untuk bisa menyelesaikan kasus ini. Salah satunya, Bambang Widodo Umar. Ia mengatakan (tempo.co, 19/2) Kemjen Badrodin Haiti mempunyai tugas berat ketika terpilih nanti. Pertama, Badrodin harus mampu menyelesaikan kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi versus Kepolisian. Kedua, harus peka menampung suara segala lembaga yang berharap banyak padanya. Terakhir, berkaca dari purnawirawan jenderal di Kepolisian yang pernah tersangkut dalam situasi yang sama (‘Buaya versus Cicak’ jilid pertama).
Harapan baru juga muncul di pundak ketiga Pimpinan Sementara KPK yang baru ditunjuk oleh Presiden melalui Keputusan Presiden (Keppres) yang dikeluarkannya. Tiga nama tersebut diantaranya mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, akademisi Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji, dan Deputi Pencegahan KPK Johan Budi SP. Setelah sebelumnya, Jokowi memberhentikan sementara Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Pemberhentian ini dilakukan terkait status tersangka yang di dapat pimpinan KPK tersebut.
Langkah yang dilakukan Presiden Jokowi memang belum seluruhnya sempurna, selama pertikaian antara kedua lembaga (KPK dan Polri) ini masih terus berlangsung. Tetapi paling tidak, upaya Presiden dengan mengangkat armada baru di kedua lembaga tersebut, menjadi terobosan dan diharapkan bisa membuahkan hasil dalam menyelesaikan perselisihan ‘Buaya versus Cicak’ jilid dua ini.
Tulisan ini dipublish di media cetak tangselpos dan media online lensamuh.com
No comments:
Post a Comment