Apa itu Risiko? Yang jelas banyak
kata yang bisa dijadikan untuk menggambarkan istilah tersebut. Bisa bahaya,
konsekuensi, ancaman, probabilitas, ketidakpastian, dan lain sebagainya. Ya,
secara secara sederhana risiko bisa diartikan sebagai pengaruh ketidakpastian
terhadap tujuan (ISO 31000 :2009). Risiko sendiri pasti terjadi pada sektor
industri manapun. Tak terkecuali industri pendidikan. Dalam pembahasan ini akan
lebih dikhususkan pada perguruan tinggi
Menarik, dari literasi yang
dibaca penulis disebutkan bahwa belum ada satu pun perguruan tinggi di Indonesia
yang secara eksplisit menerapkan manajemen risiko dalam pengelolaan perguruan
tingginya. Padahal, Perguruan tinggi khususnya swasta di Indonesia saat ini
sedang menghadapi risiko yang sangat besar dibandingkan dengan sebelumnya. Hal
ini dikarenakan perguruan tinggi harus melindungi reputasinya agar terus survive di tengah permasalahan yang makin komplek
sebagai akibat persaingan yang begitu luar biasa dan regulasi yang makin ketat.
Selain itu, permasalahan yang sering muncul pada pengelolaan
perguruan tinggi diantaranya, pertama, rendahnya pemahaman tatakelola. Bagaimanapun,
baik buruknya sebuah organisasi termasuk juga perguruan tinggi sangat
ditentukan oleh tatakelola yang baik. Semakin baik tatakelola maka akan semakin
baik pula organisasi tersebut dalam menjalankan aktifitas dan melakukan
pengembangan.
Kedua, prinsip nirlaba. Ini Prinsip menjadikan perguruan
tinggi untuk mengedepankan nilai-nilai sosial ketimbangan profit. Hanya persoalannya,
prinsip ini sepertinya membuat perguruan tinggi terkungkung untuk mencari
peluang bisnis dengan memaksimalkan sumber daya yang ada. Perguruan tinggi
khawatir bahwa yang dilakukan meniadakan prinsip nirlaba. Alhasil, biasanya
pemasukan perguruan tinggi, khususnya swasta itu bertumpu pada pemasukan dari
mahasiswa.
Ketiga, Otonomi Perguruan Tinggi. Ini erat kaitannya dengan
pertama yaitu tatakelola. Perguruan tinggi sepertinya kurang mampu dalam
memaksimalkan kewenangan yang dimilikinya untuk membuat regulasi yang dapat
meminimalisir segala kemungkinan yang akan terjadi dan mengakibatkan perguruan
tinggi mengalami kerugian.
Dalam rangka mengantisipasi hal tersebut, maka perlu kiranya perguruan
tinggi melakukan pengendalian atas setiap risiko yang muncul atau menerapkan
manajemen risiko. Clough and Sears (1994) menyebutkan manajemen risiko
didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua
kejadian yang menimbulkan kerugian. Sedangkan Smith (1990) secara rinci mendifinisikan
manajemen resiko sebagai proses identifikasi, pengukuran, dan kontrol keuangan
dari sebuah resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan
atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan
tersebut.
Berangkat dari definisi di atas, maka prinsip-prinsip manajemen risiko
yang harus dikembangkan oleh perguruan tinggi paling tidak memuat (Ryad, 2016) diantaranya:
- Risiko utama yang harus menjadi prioritas adalah risiko reputasi yang bersumber dari ketidakpatuhan terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang relevan dengan program/kegiatan yang dilaksanakan. Dalam lingkungan pendidikan tinggi, setidaknya ada 6 ketentuan yang harus dipatuhi, yaitu UU Sisdiknas, UU Guru & Dosen, Badan Akreditasi Nasional (BAN), perizinan, evaluasi program studi berbasis evaluasi diri (EPSBED), dan larangan untuk memraktekan illegal lecturing;
- Pengendalian risiko tidak hanya ditujukan untuk mengendalikan risiko-risiko jangka pendek, tetapi juga harus memperhitungkan dampaknya secara jangka panjang;
- Keputusan dan pengendalian dalam rangka penerapan manajemen risiko harus memperhatikan kepentingan semua stakeholder secara berimbang dan tidak mendahulukan stakeholder tertentu;
- Biaya manajemen risiko dan langkah pengendalian risiko tidak boleh lebih besar daripada konsekuensi risiko itu sendiri;
- Proses manajemen risiko harus diintegrasikan ke dalam proses kerja dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari operasional dan proses pengambilan keputusan.
Sejauh ini, belum ada rujukan yang tegas bagaimana sebuah perguruan
tinggi mengembangkan manajemen risiko dalam menjalankan aktifitasnya. Namun, pada
prinsipnya manajemen risiko harus disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas
aktivitas serta risiko yang melekat pada masing-masing perguruan tinggi.
Dari sisi manfaat, manajemen risiko yang diterapkan pada
perguruan tingi dimaksudkan untuk mengukur kesiapan yang maksimal dalam
menghadapi berbagai kemungkinan. Salah satunya dengan mengembangkan budaya
manajemen risiko yang didukung komitmen kuat oleh semua civitas akademik,
yayasan dan karyawan secara menyeluruh. Sementara, tujuan dilakukan manajemen risiko
pada perguruan tinggi adalah mengantisipasi dan menangani semua risiko utama
(stratejik, operasional, financial, reputasi, kepatuhan dan kecurangan).
*Dirangkum dari berbagai sumber
Sumber Gambar: ISTIMEWA
saya hanya ingin meluruskan bahwa Universitas Indonesia sudah secara eksplisit sudah menerapkan manajemen risiko. Hal ini sesuai Statuta UI No. 88 tahun 2013, khususnya pasal 26 ayat 2 dan pasal 27 yang mengatur Pembentukan Komite Risiko di tingkat MWA.
ReplyDeleteSecara Eksekuitf sesuai Anggaran Rumah Tangga UI, Rektor membentuk Kantor Satuan Manajemen Risiko (SMU UI) pada akhir tahun 2015, yang secara struktur langsung dibawah Rektor.
Jadi secara eksplisit UI sudah menerapkan Manajemen Risiko mulai thn 2016 dan sudah menerapkannya dalam segala aspek termasuk dalam lingkup PAU (Rektorat) dan Fakulas/Sekolah dan Vokasi.
Dan secara Resmi pula UI udah menetapkan Kebijakan Manajemen Risiko, Pedoman manajemen Risiko, Prosedur Manajemen Risiko dan Juklak/Juknisnya sebagai dasar penerapan manajemen risiko secara terpadu di UI.
setiap tahun UI merilis Top 10 Risk UI, Top 10 risk Fakultas, Top 10 Rik Bidang 1,2,3 dan 4.
demikian klarifikasi saya pada penulis.
kebetulan saya adalah Deputi Manajemen Risiko Universitas Indonesia.
Hp/WA :085775737742
Terimakasih dan salam sadar budaya risiko