Desas-Desus Seputar Anggaran Pemilukada Tangsel - Suparman Kadamin

Saturday, August 22, 2015

Desas-Desus Seputar Anggaran Pemilukada Tangsel


Berdasarkan Rakor Persiapan Pemilukada Serentak yang dilakukan KPU Provinsi Banten menghasilkan bahwa Pemilukada akan dilaksanakan pada Desember 2015. Tinggal menunggu hasil penyusunan rancangan peraturan KPU dan regulasi tahapan pelaksanaan pilkada. Jika sudah sesuai dengan rancangan, maka diperkirakan pada bulan April tahapan sudah bisa dilaksanakan. Di Provinsi Banten ada empat daerah yang akan menyelenggarakan Pemilukada serentak, diantaranya Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Pandeglang, dan Tangerang Selatan.

Pemilukada serentak merupakan instruksi yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Untuk mengantisipasi daerah yang belum menetapkan anggaran Pemilukada, Kemendagri akan mempersiapkan payung hukum (surat edaran) yang nanti akan disebar ke tiap-tiap daerah. Surat edaran tersebut salah satunya berisi membolehkan pemkot untuk memakai silpa tahun lalu dengan catatan harus diganti pada anggaran pendapatan dan belanja daerah perubahan (APBDP).

Di Tangerang Selatan sendiri, belum diterimanya surat edaran tersebut dari Kemendagri sebagai acuan mekanisme penganggaran Pemilukada, ternyata memunculkan banyak warning untuk pemkot dari pihak legislatif Tangsel. Warning ini dipicu oleh anggaran yang akan dialokasikan pemkot untuk mendanai agenda tersebut.

Melalui Anggota Komisi 1 DPRD Tangsel, Saprudin, dalam pemberitaan tangsel.pos (03/03) menilai anggaran yang dialokasikan pemkot sebesar 45 miliyar terlalu besar. Sehingga, diperlukan adanya pengawasan yang ketat yang dilakukan dewan agar tidak terjadi penyimpangan. Selain itu, dewan mesti tahu setiap detail dari anggaran yang dialokasikan. Hal ini perlu dilakukan mengingat sesuai dengan instruksi yang dikeluarkan Kemendagri, anggaran tersebut bisa dikeluarkan hanya dengan peraturan walikota (perwal) tanpa harus mendapatkan persetujuan dari DPRD.

Senada dengan pernyataan di atas, Moch. Ramlie, Ketua DPRD Tangsel juga mengatakan bahwa jika peraturan seperti itu, DPRD Tangsel akan mengikuti aturan tersebut. Akan tetapi, DPRD sebagai lembaga yang memiliki hak penuh soal legalisasi anggaran, maka DPRD akan menjalankan fungsi kontroling terhadap anggaran tersebut.

Pemkot tangsel mengaku akan membiayai perhelatan Pemilukada tersebut. Dipastikan akan menggeser beberapa pos lain termasuk sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) 2014. Langkah ini juga yang kemudian menuai banyak peringatan tak terkecuali legislatif, disamping nominal yang dianggarkan tadi. Pemkot diharapkan lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan. Hal yang menjadi kekhawatiran adalah ketika nanti langkah yang diambil harus mengorbankan skala prioritas pembangunan yang sejak awal sudah direncanakan oleh pemkot sendiri.

Kepala dinas pendapatan pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD) Tangsel, Uus Kusnadi mengatakan bahwa anggaran Pemilukada sudah disiapkan dari silpa APBD tahun kemarin sebesar 200 miliar. Pemkot saat ini tinggal menunggu diterimanya surat edaran dari Kemendagri terkait aturan yang nanti akan diberlakukan. Jika sudah diterima, walikota akan membahasnya. Selain itu, walikota nanti akan berkoordinasi dengan KPU perihal biaya yang diajukan oleh pihak KPU.

Idealnya, pos lain seperti halnya silpa memang tidak boleh dialokasikan untuk sembarangan agenda. Akan tetapi, melaksanakan Pemilukada serentak dianggap sebagai agenda darurat yang sesuai dengan instruksi Kemendagri.

Namun, paling tidak, pemerintah mestinya terlebih dahulu melakukan analisa dari dana silpa yang ada. Karena silpa sendiri didapat salah satunya dari selisih pembiayaan yang dianggarkan dengan realisasi anggaran yang dikeluarkan untuk pembiayaan. Seperti contoh, pemerintah menganggarkan untuk melakukan pengadaan barang yaitu seperangkat komputer dengan harga 5juta, ternyata realisasinya, harga komputer tersebut hanya 4juta. Selanjutnya, selisih 1juta tersebutlah yang kemudian masuk ke dalam silpa.

Silpa juga bisa didapat dari anggaran pembiayaan yang belum dibayar sampai dengan akhir satu tahun periode APBD itu berjalan. Artinya, dalam silpa sebetulnya ada juga hutang pemerintah yang harus dibayarkan kepada pihak yang bersangkutan. Seperti contoh, pemerintah melakukan pembangunan gedung sekolah. Proyek tersebut dijalankan oleh salah satu perusahaan kontraktor. Dalam kontraknya, Pembiayaan dari pembangunan sekolah tersebut akan dibayar secara berkala dan akan dilunasi sampai dengan pembangunan selesai. Nah, ketika proyek tersebut belum selesai sampai dengan akhir tahun periode APBD, itu artinya dana yang dilokasikan untuk pelunasan pembangunan sekolah akan masuk ke silpa. Tentu saat kondisi ini terjadi hutang pemerintah semakin besar.

Artinya, dari dua contoh di atas, silpa harusnya lebih prioritas dianggarkan untuk melunasi hutang-hutang daerah atau memanfaatkannya untuk penambahan program dan kegiatan prioritas yang dibutuhkan, volume program dan kegiatan yang telah dianggarkan, dan/atau pengeluaran pembiayaan. Agar, saat periode pemerintahan berakhir tidak meninggalkan banyak hutang bagi pemerintah yang selanjutnya menjabat dikarenakan hal-hal semacam tadi. Ataupun, jangan sampai juga, program dan kegiatan yang sudah dilakukan ternyata bersifat alakadarnya dengan dalih efiensi anggaran.

Selain itu, jika pemkot tetap akan menggeser pos lain, dalam hal ini silpa 2014, artinya ke depan pemerintah harus jeli betul ketika akan menyusun APBDP. Sebab, bisa jadi, silpa yang digunakan untuk menalangi Pemilukada ternyata merupakan dana yang harusnya digunakan untuk agenda yang lebih urgent berkaitan dengan pembangunan daerah. Atau, sebaiknya pemerintah mengambil kebijakan untuk mempercepat penyusunan APBDP dengan memasukkan anggaran Pemilukada dan mengajukannya kepada DPRD untuk diproses. Agar, Pemilukada yang nanti akan diselenggarakan murni dari APBD 2015.

Sumber Gambar: klik disini

No comments:

Post a Comment