Kota
Tangerang Selatan (Tangsel) memiliki jumlah koperasi relatif banyak. Visi untuk menjadi Kota Koperasi
dibuktikan dengan terus meningkatnya jumlah koperasi dari waktu ke waktu. Pada tahun 2011, jumlahnya
mencapai 407 koperasi, baik yang aktif maupun nonaktif. Bertambah menjadi 423 koperasi pada tahun 2012,
dan menjadi 453 unit pada tahun 2015. Atas keberhasilan tersebut, Kota
Tangerang Selatan dipandang berhasil dalam mengembangkan
koperasi. Keberhasilan tersebut, tak pelak
menjadikan Dinas Koperasi dan UKM
memperoleh penghargaan ICSB Indonesia Presidential Award 2016 untuk kategori Policy Maker.
Kendati sudah tersebar di tujuh kecamatan di Kota Tangerang Selatan, pengembangan koperasi masih harus terus
dilakukan guna mewujudkan koperasi sebagai soko guru perekonomian seperti yang
selama ini diidam-idamkan, khususnya di Tangsel. Oleh karenanya, dibutuhkan
intervensi yang dilakukan pemerintah baik pusat maupun daerah, dalam mengatasi
persoalan yang selama ini membelenggu koperasi dan UMKM.
Adi
Sasono (2008) menjelaskan bahwa ekonomi rakyat secara internal menghadapi
permasalahan satu diantaranya yaitu terbatasnya penguasaan dan pemilikan aset
produksi, terutama permodalan. Sejurus dengan itu, Tambuan (2002) menjelaskan
bahwa UKM atau sektor ekonomi rakyat masih menghadapi berbagai permasalahan
yang menghambat pengembangan ekonomi rakyat salah satunya Keterbatasan
Finansial.
Akses
permodalan pada Koperasi dan UMKM memang menjadi salah satu persoalan yang
mesti dengan segera mendapatkan obat. Sebab, ekspansi atau pengembangan usaha
hanya dapat dilakukan manakala adanya bantuan modal yang cukup.
Sikap Pemkot Tangsel
Seperti
diberitakan dipelbagai media, bahwa saat ini Pemerintah Kota (Pemkot)
Tangsel terus melakukan upaya merealisasikan
adanya Unit Pengelolaan Dana Bergulir (UPDB) yang berada di bawah koordinasi
Dinas Koperasi dan UMKM (Dinkopukm) sesuai dengan amanat yng dalam Peraturan
Daerah No.12 Tahun 2012 Tentang Koperasi dan UMKM. Sebagaimana disebutkan dalam
peraturan tersebut, UPDB dibentuk
guna menyalurkan dana bergulir non hibah terhadap Koperasi, Usaha Mikro dan Kecil
yang dananya bersumber dari Pemerintah Daerah atau APBD.
Beberapa
kota di Indonesia, sudah merealisasikan UPDB seperti Lumajang, DKI Jakarta,
Kabupaten Tangerang, dan beberapa kota lainnya. UPDB sendiri adalah bentuk lain dari Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPDB) yang dikelola Pemerintah Pusat
melalui Kementerian Koperasi dan
UKM RI.
Adanya UPDB tentunya menjadi angin segar
bagi Koperasi dan UMKM yang ada di Tangsel. Langkah strategis pemkot Tangsel melalui
Dinkopukm ini, pelu kiranya mendapatkan apresiasi. Inovasi program atau
kebijakan semacam ini tentunya akan dapat mengoptimalkan potensi Koperasi dan
UMKM.
Oleh sebab itu, seyogjanya pemkot harus
melakukan percepatan dalam pembentukkan UPDB tersebut. Sejak tahun 2012 atau
sekitar lima tahun kurun waktu pasca diberlakukan perda,, sampai dengan hari
ini belum juga mampu terealisasikan. Padahal, semakin cepat UPDB terbentuk,
maka akan semakin cepat pula Koperasi dan UMKM mendapatkan akses permodalan
yang cepat, mudah, dan murah sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, APBD Tangsel sebagai kota satelit yang fantastis akan dapat disalurkan untuk program
yang produktif dan berfokus pada pemberdayaan masyarakat khususnya mengembangkan koperasi dan
UMKM melalui UPDB.
Berikutnya, Pemkot juga harus mampu
mendesain UPDB sebagai lembaga yang terbuka guna
menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang dapat membantu kesuksesan program
terutama dalam hal permodalan yang nanti akan dikelola oleh UPDB. Sebab, sumber
modal UPDB bukan saja dari APBD melainkan juga dari sumber lain yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Adapun kepemilikan modal yang nanti akan masuk ke
Tangsel bisa disalurkan melalui UPDB dan untuk kepentingan Koperasi dan UMKM.
Terakhir, setelah UPDB terbentuk, pemkot harus
memberikan advokasi terhadap usaha yang dijalankan oleh Koperasi dan UMKM.
Seperti, melalui sebuah kebijakan yang dapat membatasi jumlah usaha sektor
swasta yang masuk ke Tangsel. Pasalnya, sektor swasta saat ini mendominasi
perekonomian di Tangsel dan menjadi pesaing utama bagi ekonomi kerakyatan.
Adalah hal yang sia-sia jika ekonomi
kerakyatan hanya disuntik dengan modal tanpa menciptakan suasana atau iklim usaha yang
kondusif dan memungkinkan potensi ekonomi rakyat berkembang. Terlebih, harus melawan dominasi usaha
raksasa sektor swasta yang memiliki modal selangit.
Misalnya, pemkot
membuat skema agar Koperasi menjadi mediator antara sektor swasta (pengusaha besar) dan UMKM. Segala
kebutuhan sektor swasta dalam produksi diharuskan melalui koperasi dengan modal
kemitraan yang sudah dibuat. Nantinya, setelah kesepakatan sudah dibuat,
koperasi mewadahi dan mengarahkan produktivitas dari UMKM untuk bisa memenuhi kebutuhan produksi
dari sektor swasta.
Melalui skema semacam ini, akan terjadi
diantaranya, pertama, keterkaitan
usaha, prasarana, pendukung, dan penjaminan. Kedua, pengembangan keswadayaan antara pemerintah dan UMKM. Ketiga,
sektor swasta akan memberikan kontribusi terhadap besaran pertumbuhan ekonomi
khususnya di daerah.
Adanya kebijakan yang berpihak (affirmative
policy) terhadap Koperasi dan UMKM ini akan memudahkan ekonomi
kerakyatan berkembang luas di tengah tumbuhnya kesadaran
dan perhatian masyarakat terhadap nasib UMKM. Selain ditunjang
juga dengan dibentuknya UPDB sebagai jawaban atas masalah permodalan yang
selama ini didera ekonomi kerakyatan baik Koperasi maupun UMKM. Semoga.
Sumber Gambar: Klik Disini
Sumber Gambar: Klik Disini
No comments:
Post a Comment