"Saya menulis tulisan ini beberapa bulan sebelum terjadi pandemi. Saya tidak menyangka jika wacana dalam tulisan ini justru jadi topik diskursus menarik di tengah pandemi di Internal Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Hari ini (17 Mei 2020) saya mengikuti diskusi Korps Instruktur DPD IMM DKI Jakarta yang membahas mengenai “Strategi Perkaderan di Masa Pandemi” dan salah satu point pembahasannya adalah mengenai Perkaderan Online. Saya pun jadi teringat tulisan saya satu ini. Berikut tulisan saya kala itu"
Saya
akan sangat siap dan paham, jika tulisan ini kemudian dipertentangkan. Hal yang
wajar ketika inovasi, selalu diawali dengan riak saat muncul ke khalayak ramai.
Termasuk ide mengenai E-Perkaderan Ikatan. Ide ini menjadi bisa dibilang, salah
satu inovasi dalam pelaksanaan perkaderan ikatan yang merespon perkembangan
zaman. Entah bisa diterima atau tidak.
E-Perkaderan
Ikatan sama halnya dengan E-Learning yang saat ini sudah berkembang dan
diterapkan banyak kampus. Menurut definisinya E-learning adalah suatu sistem
atau konsep pendidikan yang memanfaatkan teknologi informasi dalam proses
belajar mengajar. Michael (2013) menyebutkan E-Learning adalah
pembelajaran yang disusun dengan tujuan menggunakan sistem elektronik atau
komputer sehingga mampu mendukung proses pembelajaran.
Umumnya
E-Learning memang digunakan untuk pembelajaran jarak jauh. Secara
sederhana pembelajaran jarak jauh sendiri berarti pembelajaran yang dilakukan
dengan menghubungkan peserta didik dan tenaga pengajar yang tidak sedang dalam
tempat yang sama, dalam waktu yang sama. Oleh karenanya, E-Learning juga
dipahami sebagai proses pembelajaran jarak jauh dengan menggabungkan
prinsip-prinsip dalam proses pembelajaran dengan teknologi (Chandrawati, 2010)
atau sistem pembelajaran yang digunakan sebagai sarana untuk proses belajar
mengajar yang dilaksanakan tanpa harus bertatap muka secara langsung antara
guru dengan siswa (Ardiansyah, 2013).
Berangkat
dari defisini di atas, maka E-Perkaderan Ikatan dapat diartikan sebagai proses
perkaderan ikatan jarak jauh dengan menggabungkan prinsip-prinsip perkaderan
ikatan dan teknologi tanpa harus bertatap muka secara langsung antara peserta
perkaderan dengan pelaksana perkaderan, instruktur, maupun narasumber.
Secara
karakteristik E-learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu
memperbaiki secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan,
dan sharing pembelajaran dan informasi (Rosenberg, 2001). Secara rinci,
Nursalam (2008) menjelaskan karakteristik E-learning adalah: Pertama,
memanfaatkan jasa teknologi elektronik; Kedua, memanfaatkan keunggulan
komputer (digital media dan komputer networks); Ketiga,
menggunakan bahan ajar yang bersifat mandiri (self learning materials)
kemudian disimpan di komputer, sehingga dapat diakses oleh dosen dan mahasiswa
kapan saja dan dimana saja; dan Keempat, memanfaatkan jadwal
pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar, dan hal-hal yang berkaitan
dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
E-Perkaderan
Ikatan secara karakteristik sama, hanya saja dalam hal mengakses sistem tentu
bukanlah dosen dan mahasiswa. E-Perkaderan Ikatan akan diakses oleh beberapa
pihak diantaranya, pelaksana kegiatan, peserta kegiatan, tim instruktur, dan
narasumber kegiatan.
Saya
berandai-andai, IMM dalam hal ini mau menggunakan kecanggihan teknologi yang
hari ini berkembang untuk diterapkan dalam perkaderannya atau dengan kata lain menerapkan
E-Perkaderan Ikatan seperti yang dijelaskan di atas. Mengingat, E-Learning
sendiri sudah banyak digunakan di beberapa kampus di Indonesia.
Namun
demikian, mengembangkan E-Perkaderan Ikatan memang tidaklah mudah. Jika IMM
ingin membangun sendiri, E-Learning yang sesuai dengan kebutuhan
perkaderan ikatan, maka tentu dibutuhkan effort yang tinggi untuk
merealisasikannya. Dari mulai konsep sampai menyiapkan uang untuk
pengembangannya.
Kabar
baiknya, saat ini telah banyak yang menyediakan jasa E-Learning gratis
yang tinggal pakai. Dikutip dari sevima.com, ada lima aplikasi gratis yang bisa
digunakan dalam penyelanggaraan E-Learning, misalnya EdLink, Moodle, Google
Classroom, Edmodo, Schoology dan lain sebagainya. Tentu masih banyak lagi
penyedia jasa E-Learning gratis. Tinggal browsing di Mbah
Google, maka akan muncul sederet referensi sistem yang bisa digunakan dan
dipilih mendekati aturan dalam sistem perkaderan ikatan (SPI). Soalnya jika
mencari yang sesuai, bisa dipastikan tidak ada. Namanya juga gretong, ya
default, tidak bisa customize.
Tapi
jangan khawatir, kendati gratis penyedia-penyedia jasa tersebut sudah dibangun
untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran daring. Hanya saja, jika IMM ingin mendapatkan
sensasi yang berbeda dalam proses pembelajaran daring, tentu mengembangkan
sistem sendiri menjadi jawabannya. IMM bisa menyesuaikan sistem yang dibangun dengan
aturan dalam sistem perkaderan ikatan (SPI) sebagai rujukan IMM dalam
menjalankan perkaderan.
"Berikut tambahan tulisan yang saya buat saat pandemi (17 Mei 2020)"
Saat ini juga, tengah banyak penyedia layanan
yang menunjang proses pembelajaran. Diantaranya yang marak digunakan di tengah
pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini. Antara lain Zoom dan Google Meet sebagai
aplikasi penyedia layanan tatap muka secara online.
Bagi
saya, pandemi ini adalah momentum kita untuk berpikir inovasi yang bisa
diterapkan dalam perkaderan ikatan. Melalui ide-ide kreatif dari para pelaku
organisasi, saya kira inovasi yang dikembangkan akan mampu diterapkan. Kembali,
kita mau atau tidak.
Saya
kira, konsep semacam ini sampai kapanpun tidak akan pernah diterapkan jika tidak
ada kemauan dari para pelaku organisasi. Jika organisasi masih berkutat soal
efektif dan tidak efektif, bukan fokus membahas agar konsep ini bisa dilakukan dengan
layak dan dapat dikatakan efektif.
Perkaderan Ikatan Pasca Pandemi COVID-19: Back To Normal or
The New Normal?
Sepertinya
kita akan sangat merugi jika pasca pandemi, kita hanya akan kembali pada kondisi
normal seperti sebelumnya. Saya cenderung berharap perkaderan ikatan mampu mengambil
hikmah dari pandemi yang terjadi. Sehingga, daripada memilih untuk ‘Back To
Normal’, IMM harusnya berpikir tentang ‘The New Normal’.
Saya berharap, ke depan perkaderan ikatan secara teknis tidak hanya dilakukan
tatap muka, tapi juga membolehkan atau menerapkan kebijakan- kebijakan perkaderan secara online.
Jadi, ke depan ada tiga teknis pelaksanaan agenda perkaderan yakni secara offline
(tatap muka), online, atau kombinasi offline dan online. Adapun
dari sisi kurikulum tetap mengacu pada SPI yang berlaku.
Pertama, E-Perkaderan Ikatan.
Pasca
pandemi ikatan menerapkan sistem perkaderan ikatan dengan konsep E-Learning
sepenuhnya atau yang saya namakan E-Perkaderan Ikatan. Jadi, selain perkaderan
yang dilakukan secara normal (tatap muka), ikatan juga memfasilitasi dengan
mengeluarkan kebijakan tentang penerapan perkaderan daring bagi masing-masing
level pimpinan yang tidak bisa menjalankan perkaderan secara normal atau dalam
kondisi normal. Tentu, dengan syarat dan ketentuan tertentu dan masuk dalam
kondisi “darurat”.
Secara
definisi dan karakteristik seperti dijelaskan sebelumnya di atas. Dari sisi
manfaat, menurut Pranoto, dkk (2009:309) manfaat E-Learning antara lain, pertama,
meningkatkan suatu partisipasi aktif dari mahasiswa. Kedua, meningkatkan suatu
kemampuan belajar mandiri mahasiswa. Ketiga, meningkatkan suatu kualitas materi
pendidik serta juga pelatihan, dan keempat, meningkatkan suatu kemampuan untuk
dapat menampilkan informasi dengan perangkat teknologi informasi, yang mana
dengan perangkat biasa akan sulit dilakukan.
Manfaat
lainnya (www.gurupendidikan.co.id), diantaranya, pertama, Efisiensi
Biaya. E-learning tersebut memberi efisiensi biaya bagi administrasi
penyelenggarannya, efisiensi penyediaan sarana serta juga fasilitas fisik untuk
dapat belajar serta juga efisiensi biaya bagi pembelajar ialah biaya
transportasi serta akomodasi. Kedua, Fleksibel. E-learning tersebut
memberi fleksibilitas didalam memilih waktu serta juga tempat untuk dapat
mengakses perjalanan. Ketiga, Belajar Mandiri. E-learning tersebut
memberi kesempatan bagi pembelajar dengan secara mandiri memegang seluruh
kendali atas keberhasilan dalam proses belajar.
Kelebihan
E-learning ialah memberikan fleksibilitas, interaktivitas, kecepatan,
visualisasi melalui berbagai kelebihan dari masing-masing media (Sujana, 2005 :
253 ). Menurut L. Tjokro (2009:187), E-learning memiliki banyak kelebihan yaitu
pertama, lebih mudah untuk diserap, artinya ialah menggunakan fasilitas
multimedia yang berupa suatu gambar, teks, animasi, suara, dan juga video. Kedua, jauh lebih efektif
didalam biaya, artinya ialah tidak perlu instruktur, tidak perlu juga minimum
audiensi, dapat dimana saja, dan lain sebagainya. Ketiga, jauh lebih
ringkas, artinya ialah tidak banyak mengandung formalitas kelas, langsung
kedalam suatu pokok bahasan, mata pelajaran yang sesuai kebutuhan. Terakhir,
tersedia dalam 24 jam per hari , artinya ialah penguaasaan dalam materi tergantung
pada semangat dan juga daya serap siswa, bisa dimonitor, bisa diuji.
Adapun
kekurangan E-Learning menurut Nursalam (2008:140) antara lain, pertama,
kurangnya suatu interaksi antara pengajar serta juga pelajar atau juga bahkan
antar pelajar itu sendiri. Kedua, kecenderungan tersebut dapat
mengabaikan aspek akademik atau juga aspek sosial dan juga sebaliknya membuat
tumbuhnya aspek bisnis atau juga komersial. Ketiga, proses belajar
mengajar tersebut cenderung kearah suatu pelatihan dari pada pendidikan itu
sendiri. Keempat, berubahnya suatu peran pengajar dari yang semula
menguasai mengenai teknik pembelajaran yang konvensional, sekarang juga
dituntut untuk dapat mengetahui teknik pembelajaran menggunakan ICT
(information, communication, dan juga technology). Kelima, tidak semua
tempat tersedia fasilitas internet yang baik.
Kedua, Perkaderan Blended Learning.
IMM
ke depan juga bisa mendesain kebijakan lainnya seperti Konsep Perkaderan Blended
Learning yakni kombinasi antara belajar offline dan online. Melalui
kebijakan ini, proses perkaderan tidak melulu tatap muka, dan tidak semua
dilakukan secara online, tetapi bisa dilakukan secara offline dan online.
Melalui kebijakan ini, peserta didik juga akan mendapatkan sensasi baru saat mengikuti
perkaderan.
Hasil
penelitian yang dilakukan Dziuban, Hartman, dan Moskal (2004) menemukan bahwa
program blended learning memiliki potensi untuk meningkatkan hasil belajar
siswa dibandingkan dengan pembelajaran yang sepenuhnya pembelajaran online. Hal
ini dikarenakan kekurangan yang ada pada E-Learning mampu dijawab dengan pembelajaran
offline yang ada pada sistem pembelajaran Blended Learning. Ini artinya,
segala kekurangan yang ditakutkan ketika IMM menerapkan E-Perkaderan Ikatan bisa
ditiadakan dengan sistem Perkaderan Blended Learning. Selain itu, hasil temuan Rovai
dan Jordan (2004) menyebutkan blended learning menghasilkan perasaan
berkomunitas lebih kuat antar mahasiswa daripada pembelajaran tradisional atau
sepenuhnya online.
Komposisi
blended yang sering digunakan yaitu 50/50, artinya dari alokasi waktu yang
disediakan, 50% untuk kegiatan pembelajaran tatap muka dan 50% dilakukan
pembelajaran online. Atau ada pula yang menggunakan komposisi 75/25, artinya
75% pembelajaran tatap muka dan 25% pembelajaran online. Demikian pula dapat
dilakukan 25/75, artinya 25% pembelajaran tatap muka dan 75% pembelajaran
online. Pertimbangan untuk menentukan besaram komposisi, bergantung pada
analisis kompetensi yang ingin dihasilkan, tujuan mata pelajaran, karakteristik
pebelajar, interaksi tatap muka, strategi penyampaian pembelajaran online atau
kombinasi, karakteristik, lokasi pebelajar, karakteristik dan kemampuan
pengajar, dan sumber daya yang tersedia.
Nah, dengan banyaknya varian skema pelaksanaan
perkaderan, baik offline, online, maupun kombinasi offline dan
online, pastinya akan memudahkan penyelenggaraan agenda perkaderan dalam
kondisi apapun. Saat kondisi normal, perkaderan offline bisa diselenggarakan
sebagaimana mestinya. Sedangkan dalam kondisi darurat, maka E-Perkaderan Ikatan
atau Perkaderan Blended Learning menjadi jawaban untuk dapat terus menjalankan agenda
perkaderan. Dengan kata lain, penerapan skema perkaderan menyesuaikan kebutuhan
dan kondisi dari masing-masing level pimpinan. Oleh karenanya, perlu dibuat
syarat dan ketentuan serta pedoman dari pelaksanaan E-Perkaderan Ikatan atau
Perkaderan Blended Learning.
Tentu,
upaya mewujudkan hal ini, tidak sepenuhnya menjadi tugas dan tanggungjawab
pemangku kebijakan di internal IMM. Semua unsur yang berkaitan dengan agenda
harus terlibat dalam membuat grand design E-Perkaderan Ikatan maupun
Perkaderan Blended Learning. Terutama para Instruktur sebagai garda
terdepan dalam mengawal setiap agenda perkaderan di masing-masing level
pimpinan.
Nice, Superhero Indonesia...
ReplyDelete